Selasa, 02 Mei 2017

Ngopi di Kedai Seni Djakarte

Sebagai orang yang mengklain dirinya adalah pemburu kopi hitam, jadi sudah sangat lumrah jika apa pun itu dikaitkan dengan kopi. 

Termasuk dalam hal yang satu ini, nongkrong sambil menikmati kopi, tanpa kopi tongkrongan terasa hampa, lebih baik nggak usah ngajak nongkrong.

Setidaknya itu syarat jika teman-teman ingin mengajak saya untuk nongkrong. Sebuah syarat yang cukup sederhana bukan? 

Syarat ini juga berlaku jika saya mengunjungi sebuah kefe atau kendai atau apa saja namanya, pilihan pertama saya kedai tersebut  menarkan kopi dan selanjutnya adalah tersedianya ruang bebas merokok.  

Jika tidak ada salah satu syarat yang saya ajukan maka sudah dapat dipastikan, saya akan menolak bersedia masuk dalam kafe tersebut, selaian tentunya perkara uang. Ini adalah yang utama.

Siang itu, saya merasa mahluk dari planet lain saat berkumpul dalam sebuah kedai  di Kota Tua, Jakarta. Kedai yang cukup populer juga dalam dunia google, Kedai Seni Djakarte.  Kedai ini cukup luas, namun tak akan cukup menampung seluruh pengunjung Kota Tua terutama pada hari libur.  

Saya yang merasa sebagai mahluk alien yang terjebak ke dalam kelompok pencinta makanan. Sajian dengan deretan nama-nama cukup aneh. Memang terdapat sejumlah nama yang masih umumlah didengar mahluk alien seperti saya. 

Kopi hitam menjadi menu pelihan saya, nggak usah dipertanyakan bagaimana tentang ulasan kopi tersebut. Saya tak akan pernah sanggup mengulasnya sebagaimana penulis kuliner. Kopi ini setidaknya dapat membantu saya agar tak terlihat begitu tersing. 

Perkara saya adalah alien atau bukan itu adalah perkara lainya. Hal yang meyesalkan bagi saya, yakni kedai ini tak cukup banyak menawarkan pilihan kopi.